Authentication
MODUL PELATIHAN P2KGS DINAS PENDIDIKAN KOTA MATAPELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) INTERDISIPLIN KERJASAMA ANTARA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DAN PROGRAM STUDI S-1 PIPS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM UNESA Dr. AGUS SUPRIJONO, M.Si 8/2/2017 0 MODUL Profesionalisme Guru IPS : Sebuah Kritik Tulisan ini merupakan potret kenyataan kompetensi guru di Republik tercinta ini. Lulus sertifikasi pendidik tetapi tak signifikan dengan hasil yang diharapkan. Hasil uji kompetensi guru teramat memprihatinkan rerata nasional kurang lebih 42. Pengalaman guru bertahun-tahun mengajar dan ikut pelatihan, workshop, seminar dan forum-forum ilmiah lainnya tak berdampak pada pembentukan jatidiri guru professional. Guru adalah seorang akademisi proses panjang pendidikan yang dialaminya dalam program kesarjanaan bahkan magister tak memberikan makna untuk sebuah citra guru profesional. Apa arti kenyataan ini ? Semoga deretan huruf yang dirangkai menjadi kata, dan kata dirajut dengan kata lainnya menjadi kalimat yang tersimpul pada tulisan berjudul PROFESONAL GURU: Sebuah Kritik dapat memberi jawaban atas permasalahan essensial mewujudkan guru profesional. Guru sering dituduh sebagai penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas guru upaya massif dilakukan yakni pemerintah mengesahkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sejak digulirkannya undang-undang itu pemerintah membuat berbagai kebijakan pengembangan profesi guru. Salah satu di antaranya adalah Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Program yang sudah berlangsung sejak tahun 2007 ini dikhususkan bagi Guru dalam jabatan. PLPG menjadi salah satu wahana pengembangan kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Sudah banyak guru lulus PLPG dan mengantongi sertifikat pendidik bahkan sudah menerima tunjangan profesi pendidik (TPP). Namun kenyataan ini tidak signifikan dengan statusnya yang disandangnya yakni guru professional. Cukup memprihatinkan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diselenggarakan di ujung tahun 2015 capaian kompetensi pedagogik terkait kemampuan guru merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran rerata nasional capaiannya 48,94 di bawah standar kompetensi minimal (SKM) yaitu 55. Faktual ini membuktikan kemampuan pedagogik guru sebagai salah satu faktor penting penentu kualitas pendidikan di Indonesia menyisakan permasalahan teramat krusial. KKNI dan Intelektual Organis Standar kualifikasi akademik guru berdasarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 adalah sarjana strata 1 (S-1). Dalam kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dikenal dengan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) lulusan S-1 harus menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan itu secara mendalam serta mampu mengimplementasikan bidang keahliannnya tersebut. UKG 2015 mengukur aspek kognitif guru bidang kompetensi pedagogik melalui tes tulis. Capaian UKG 2015 di 1 bawah SKM pada bidang kompetensi pedagogik menjadi bukti bahwa guru Indonesia belum memenuhi standar kompetensi KKNI. Lantas apa bekal pedagogik guru selama ini mengajar bertahun-tahun. Guru mengajar bukan tanpa modal pengetahuan pedagogik. Guru sudah memiliki mozaik pengetahuan pedagogik. Pengetahuan itu sudah diterimanya di bangku kuliah, belajar mandiri, maupun diperolehnya lewat berbagai forum ilmiah seperti seminar, workshop, dan diklat. Namun, pengetahuan pedagogik yang diperolehnya masih sebagai kesadaran pra-reflektif. Skemata pengetahuan pedagogik guru belum sampai ke pembentukan kesadaran reflektif sehingga guru menjalani tugas mengajar dan membelajarkan sebagai pekerjaan rutinitas dan mekanis. Pemicuya adalah pendidikan dan latihan profesi guru bersifat belajar figuratif, bukan belajar operatif. Sebuah potret diklat Kurikulum 2013 tentang pendekatan sainstifik misalnya. Hasil pelatihan ini guru hanya mampu mengetahui dan bisa mengimplementasikan tahapan sistematis pendekatan sainstifik 5 M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan) dalam pembelajaran. Guru sebatas memahami pendekatan sainstifik sebagai pengetahuan prosedural. Guru tidak memiliki pemahaman terhadap essensi pendekatan sainstifik sebagai epistimologi pembelajaran yang mengembangkan proses kognitif berpikir dialektik untuk mengkonstruksi dan menemukan pengetahuan. Yang diketahui guru tentang pendekatan sainstifik adalah langkah-langkah sistematiknya, bukan proses kognitif yang terjadi ketika peserta didik belajar dengan pendekatan sainstifik sebagai pengetahuan prosedural. Proses belajar figuratif pada diklat guru lebih menekankan perolehan akumulasi pengetahuan dan teknis. Belajar seperti ini membuat guru tidak menjadi pembelajar emansipatoris. Guru hanya peng-copy pengetahuan, bukan pendekonstruksi, perekonstruksi, dan pemroduksi pengetahuan. Belajar figuratif berdampak ke pembentukan jiwa nekrofili guru, bukan jiwa biofili (kritis, kreatif) meminjam istilah Eric Fromm. Pelaksanaan PLPG yang berlangsung selama 10 hari tidak menjamin terjadinya proses transformasi dari guru intelektual tradisional ke guru intelektual organis. Guru intelektual organis adalah guru yang dengan sadar mampu menghubungkan teori dan kenyataan. Rumusan kompetensi KKNI yakni menguasai konsep teroritis secara mendalam dalam bidang keahliannya dan mampu mengimplementasikan pada dunia pekerjaannya menyiratkan sebuah keharusan guru menjadi intelektual organis. Guru intelektual organis berbeda dengan guru intelektual tradisional. Jika guru intelektual tradisional hanya mampu melakukan transmisi pengetahuan, maka guru intelektual organis mampu mentransformasikan pengetahuan dan melakukan counter hegemony atas pengetahuan yang diperolehnya. Peran dan fungsi guru intelektual organis adalah membumikan konsep teoritis scara kritis dan penuh kesadaran pada proses belajar mengajar. Peran dan fungsi guru intelektual organis mengembangkan pembelajaran emansipatoris. Guru intelektual organis menyadari bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Pendidikan adalah proses rekonstruksi dan reorganisasi pengalaman-pengalaman. Dalam konteks pembelajaran teori yang dikaji dan 2 keterampilan yang dikembangkan isomofik dengan kehidupan. Disparitas tidak terjadi antara hal yang dipelajari dengan kenyataan yang dialami. Lewat pengalaman, peserta didik mendapatkan makna dan peluang pengalaman berikutnya. Bagi guru intelektual organis pengalaman menjadi essensi pendidikan. Pendidikan tak lain adalah pengalaman-pengalaman kita sendiri. Pendidikan adalah belajar memahami diri dan dunia. Pendidikan mengembangkan seseorang sanggup bertindak, tidak terjerumus dalam pertengkaran idiologi yang mandul tanpa isi melainkan berupaya memecahkan masalah dengan tindakan konkrit. Guru intelektual organis mampu mengubah what is dalam pendidikan menjadi what for sehingga pendidikan memperlihatkan fungsi dan kegunaannya. Kesadaran reflektif dan kritis menjadi kekuatan guru intelektual organis mengembangkan pembelajaran bermakna, pembelajaran emansipatoris, dan pembelajaran transformatif. Guru Pembelajar Pasca UKG tahun 2015 Kemdikbud mengembangkan program Guru Pembelajar. Tujuannya adalah meningkatkan kompetensi guru. Standar kompetensi minimal yang harus dicapai adalah 80. Muatan idiologi program guru pembelajar adalah guru menjadi pembelajar sepanjang hayat. Namun, tidak semua guru memiliki kesadaran tersebut. Guru kecenderungan bersikap pragmatis. Target guru pada program itu adalah penting lulus meraih nilai 80 atau lebih. Hal yang harus dipikirkan adalah setelah guru sudah mencapai standar kompetensi minimal program kegiatan apa yang harus dikembangkan. Keberlangsungan program guru pembelajar sudah menghasilkan berbagai konstruksi subjektif di kalangan guru. Salah satunya program ini dimaknai semangat belajar mendapatkan nilai kelulusan. Perlu diperhatikan bahwa setiap ujung proses pendidikan dan pembelajaran adalah lahirnya kesadaran reflektif kritis. Guru harus dibebaskan dari jerat-jerat pragmatisme di setiap program kegiatan guru yang diikutinya. Kekritisan guru harus ditunjukkan oleh kemampuanya bernalar terhadap pilihan filosofis pedagogik dan teori belajar yang menjadi pijakan pengembangan pembelajaran. Dalam melaksanakan tugas mengajar, guru tegas berdiri di atas pijkan filsafat pendidikan dan teori belajar. Guru pembelajar sejati adalah guru intelektual organis yang senantiasa melakukan self reflective teaching. 3
no reviews yet
Please Login to review.